Abstrak
Latar Belakang: pH saliva memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem rongga mulut. Setelah konsumsi karbohidrat sederhana, pH saliva cenderung menurun akibat aktivitas metabolisme bakteri, meningkatkan risiko terjadinya demineralisasi enamel. Pasta gigi berfluorid telah lama dikenal efektif dalam membantu remineralisasi, namun efektivitasnya dibandingkan dengan pasta gigi non-fluorid terhadap pemulihan pH saliva belum banyak diteliti.
Tujuan: Mengevaluasi perubahan pH saliva setelah konsumsi karbohidrat sederhana dan menyikat gigi menggunakan pasta gigi berfluorid dan non-fluorid.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan metode pretest-posttest control group. Dua puluh empat responden sehat dibagi menjadi dua kelompok: kelompok pasta gigi berfluorid dan kelompok non-fluorid. Setiap responden mengonsumsi larutan glukosa 10% lalu menyikat gigi sesuai kelompok masing-masing. pH saliva diukur sebelum konsumsi, 5 menit setelah konsumsi, dan 30 menit setelah menyikat gigi menggunakan kertas indikator pH digital. Data dianalisis menggunakan uji t berpasangan dan uji t tidak berpasangan.
Hasil: Setelah konsumsi glukosa, terjadi penurunan pH saliva pada kedua kelompok secara signifikan (p < 0,05). Setelah menyikat gigi, kelompok berfluorid menunjukkan peningkatan pH yang lebih besar dan lebih cepat kembali ke kondisi normal dibandingkan kelompok non-fluorid (p < 0,05).
Kesimpulan: Pasta gigi berfluorid lebih efektif dalam menstabilkan kembali pH saliva setelah konsumsi karbohidrat sederhana dibandingkan pasta gigi non-fluorid, menunjukkan peran penting fluor dalam pencegahan karies gigi.
Kata kunci: pH saliva, fluorid, pasta gigi, karbohidrat sederhana, remineralisasi
Pendahuluan
Saliva memiliki fungsi fisiologis penting dalam mempertahankan keseimbangan mineralisasi email gigi, netralisasi asam, dan membersihkan rongga mulut. Salah satu parameter penting saliva adalah pH, yang berfluktuasi tergantung pada asupan makanan dan aktivitas mikroorganisme. Konsumsi karbohidrat sederhana seperti glukosa dan sukrosa menyebabkan peningkatan aktivitas fermentatif bakteri plak, terutama Streptococcus mutans, yang menghasilkan asam dan menurunkan pH saliva ke bawah ambang kritis (5,5), memicu demineralisasi enamel.
Pasta gigi berfluorid diketahui mampu meningkatkan remineralisasi melalui pembentukan fluorapatit yang lebih tahan terhadap asam. Namun, efektivitasnya dalam menstabilkan pH saliva secara langsung dibandingkan dengan pasta gigi non-fluorid masih memerlukan pembuktian ilmiah lebih lanjut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan pengaruh penggunaan pasta gigi berfluorid dan non-fluorid terhadap perubahan pH saliva setelah konsumsi karbohidrat sederhana.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimental laboratorium dengan desain pretest-posttest control group. Subjek penelitian adalah 24 mahasiswa kedokteran gigi berusia 18–22 tahun yang memenuhi kriteria inklusi: tidak merokok, tidak memiliki gangguan sistemik, dan tidak mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi produksi saliva.
Subjek dibagi menjadi dua kelompok (masing-masing 12 orang):
- Kelompok A: Menyikat gigi dengan pasta gigi berfluorid (mengandung 1000 ppm NaF)
- Kelompok B: Menyikat gigi dengan pasta gigi non-fluorid
Prosedur:
- Subjek puasa makanan dan minuman selama 2 jam sebelum pemeriksaan.
- pH saliva awal diukur (pH1).
- Subjek mengonsumsi larutan glukosa 10% sebanyak 50 mL.
- pH saliva diukur 5 menit setelah konsumsi (pH2).
- Subjek menyikat gigi sesuai kelompok masing-masing selama 2 menit.
- pH saliva diukur kembali 30 menit setelah menyikat gigi (pH3).
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter digital kalibrasi. Data dianalisis dengan uji t berpasangan untuk tiap kelompok dan uji t tidak berpasangan untuk membandingkan antar kelompok.
Hasil
Rerata nilai pH saliva pada masing-masing titik waktu:
| Kelompok | pH1 (sebelum) | pH2 (setelah konsumsi) | pH3 (setelah menyikat gigi) |
|---|---|---|---|
| Fluorid | 6,8 ± 0,2 | 5,6 ± 0,3 | 6,6 ± 0,2 |
| Non-Fluorid | 6,7 ± 0,3 | 5,5 ± 0,4 | 6,1 ± 0,3 |
Uji t menunjukkan perbedaan signifikan antara pH2 dan pH3 pada kedua kelompok (p < 0,05). Namun, peningkatan pH pada kelompok fluorid lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok non-fluorid (p = 0,012).
Pembahasan
Penurunan pH saliva setelah konsumsi karbohidrat sederhana sesuai dengan mekanisme fermentasi bakteri plak yang menghasilkan asam organik, terutama asam laktat. Kondisi ini meningkatkan risiko demineralisasi apabila tidak diintervensi.
Penggunaan pasta gigi berfluorid terbukti lebih efektif dalam mengembalikan pH saliva ke kondisi semula. Fluor membantu menurunkan solubilitas enamel dalam suasana asam dan mendorong remineralisasi melalui ion fluorid yang menggantikan ion hidroksil dalam struktur hidroksiapatit.
Sebaliknya, pasta gigi non-fluorid menunjukkan peningkatan pH yang lebih lambat, kemungkinan hanya mengandalkan efek mekanis dari penyikatan dan bahan abrasif tanpa kontribusi remineralisasi kimia.
Hasil ini menegaskan pentingnya penggunaan pasta gigi berfluorid secara rutin, khususnya pada individu dengan konsumsi tinggi karbohidrat sederhana.
Kesimpulan
Pasta gigi berfluorid lebih efektif dalam menormalkan kembali pH saliva setelah konsumsi karbohidrat sederhana dibandingkan pasta gigi non-fluorid. Hal ini menunjukkan peran fluor dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem oral dan pencegahan karies.
cerutu4d cerutu4d cerutu4d cerutu 4d slot gacor sabung ayam bento4d toto slot slot gacor situs toto slot gacor situs toto toto slot situs gacor bento4d bento4d pam4d slot88 bento4d slot gacor situs slot slot gacor toto slot bento4d bento4d monperatoto bento4d
